Selasa, 18 Mei 2010

fiqh

BAB I PENDAHULUAN


1.Latar belakang

Hadas adalah istilah untuk hal-hal yang bisa menghalangi sahnya shalat seseorang. Atau dengan kata lain,hadas adalah kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan shalat jika berada dalam keadaan tersebut,atau shalatnya batal jika kondisi itu terjadi saat shalat.
Dalam ilmu fikih,hadas dibagi menjadi dua macam yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas kecil menyebabkan seseorang harus melaksanakan wudu untuk melaksanakan shalat. Sedangkan hadas besar menyebabkan seseorang melakukan mandi -oleh orang Indonesia dinamai dengan mandi besar- juga wudu jika akan melaksanakan shalat.
Junub,haid,dan nifas merupakan hal-hal yang menyebabkan hadas besar. Oleh karena itu,penting bagi umat islam mengetahui apa itu junub,haid,nifas,dan istihadhah serta bagaimana cara bersuci dari hadas besar.

2.Masalah dan Pembatasan Masalah

Pokok pembahasan dalam makalah ini adalah masalah junub,haid,nifas,dan istihadhah. Yang mana dalam pemaparannya nanti dibatasi pada definisi dikatakan junub;perbedaan antara haid,nifas,dan istihadhah;batas kapan seseorang bisa dianggap suci serta cara bersucinya;dan hukum bagi orang junub,haid,dan nifas.

3. Tujuan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk membantu umat islam dalam memahami junub,haid,nifas,dan istihadhah. Juga mengenai hal-hal yang terkait dengan masalah tersebut seperti kapan seseorang dianggap sudah suci dari hadas besar tersebut,cara bersucinya dan hukum bagi orang yang mengalami hal-hal tersebut.















BAB II PEMBAHASAN


A. Definisi Junub
Keluarnya air mani, dari laki-laki atau perempuan, kondisi ini disebut dengan janabah atau junub. Ada dua kondisi yang memungkinkan seseorang mengalami keluarnya air mani: (1) dalam keadaan sadar, dan (2) dalam keadaan tidur. Kedua-duanya menyebabkan hadas besar. Landasan yang digunakan dalam hal ini adalah sebuah hadis yang berbunyi:

الماءمن الماء

Artinya: Keharusan mandi besar itu dikarenakan keluarnya air (mani). (H.R. Muslim).
Ada tiga karakter yang membedakan air mani dengan madzi atau wadzi. Pertama, mani memiliki bau yang kurang sedap, dan ketika kering, baunya seperti telur. Kedua, air mani keluar dengan hentakan. Ketiga, air mani biasanya keluar diiringi dengan perasaan senang.

B. Perbedaan antara Haid, Nifas dan Istihadhah

Dalam membahas masalah haid, penyusun menerangkan dari sudut etimologi, terminologi dan medis.
Secara etimologi, kata haid bermakna aliran/mengalir, diambil dari akar kata حاض يحوض .
Dalam bahasa Arab dikatakan حاض الوادى (telaga itu mengalir), jika airnya deras mengalir.
Menurut terminologi atau syara adalah:


دم جبلة يخرج من اقصى رحم المرأة فى اوقات مخصوصة
كانت النفساءعلى عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم تقعد بعد نفا سهن اربعين يوما (رواه أبوداود والترمذي)



Artinya: Darah yang biasanya keluar dari rahim wanita pada waktu-waktu tertentu.
Secara medis, haid itu adalah suatu pendarahan pervaginam seorang wanita yang disebabkan perubahan-perubahan pada endometrium. Disini ovum akan keluar dari badan, karena rusaknya jaringan dan antikoagulen setelah ditangkap oleh fimbria tuba fallopi dan berjalan sampai di uterus. Hal ini terjadi karena tidak adanya pembuahan oleh sperma.
Menurut Imam Syafii seorang wanita akan mengalami haid saat berumur minimal 9 tahun, darah haid biasanya berwarna kehitam-hitaman.
Nifas secara etimologi adalah melahirkan, sedangkan secara terminologi atau syara adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita sesudah melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum atau bersamaan dengan keluarnya bayi tidak dinamakan darah nifas. Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa darah nifas bisa saja keluar sebelum melahirkan atau saat melahirkan.
Istihadhah secara etimologi adalah mengalir, sedangkan secara terminologi atau syara adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita selain waktu haid dan nifas. Wanita yang mengeluarkan darah istihadhah disebut mustahadhah. Untuk mengetahui darah yang keluar dari kemaluan wanita sebagai istihadhah atau bukan, Abu Muhammad Asyraf mengemukakan tiga cara yaitu:


1.Jika mempunyai kebiasaan (haid dalam waktu tertentu) maka hendaknya ia merujuk pada kebiasaan haidnya (dalam hal ini kebiasaan waktunya -pent.) dimana darah
yang keluar pada waktu kebiasaan tersebut adalah haid dan darah yang keluar diluar waktu tersebut adalah istihadlah yang berarti ia harus tetap melakukan ibadah (meskipun darah istihadlah keluar -pent.).

2. Jika tidak memiliki kebiasaan dalam waktu namun ia dapat membedakan antara darah yang kental dan encer,darah yang hitam dan yang merah,atau darah yang berbau dan yang tidak berbau;maka darah yang kental,hitam dan berbau itulah darah haid,sedangkan yang tidak maka itulah darah istihadlah.

3. Jika tidak memiliki kebiasaan dalam waktu dan tidak pula dapat membedakan maka hendaknya ia tidak mengerjakan shalat setiap bulannya dengan mengikuti batasan waktu haid yang umum,enam atau tujuh hari berdasarkan hadits-hadits yang ditetapkan Rasulullah SAW dalam masalah ini,dan jika waktu itu telah lewat maka hendaknya ia mandi lalu menahan darah yang keluar semampunya setiap kali akan mengerjakan shalat.

Oleh karena itu, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara haid, nifas dan istihadhah keluar dari tempat yang sama, namun memiliki nama dan hukum yang berbeda disebabkan perbedaan sebab-sebab keluarnya.

C. Batas Suci dan Cara Bersuci

Batas suci dari junub adalah setelah tidak mengeluarkan air mani.
Masa haid adalah masa dimana seorang wanita mengeluarkan darah haid. Penentuan masa haid berguna untuk menentukan kapan seorang wanita muslimat boleh dikatakan sudah suci dari darah haidnya, sehingga wanita muslimat tersebut dapat mengerjakan ibadah-ibadah agama Islam seperti biasanya.
Dalam hal ini, pendapat-pendapat para ulama tersebut antara lain:
1. Menurut Imam Malik, masa terpendek haid tidak terbatas, sedangkan masa terpanjang adalah 15 hari.

2. Menurut Imam Hanafi, masa terpanjang haid seorang wanita adalah 10 hari, sedangkan masa terpendeknya adalah 3 hari.

3. Menurut Imam Syafii, masa terpendeknya adalah sehari semalam atau dapat juga disebut selama 24 jam, sedangkan masa terpanjangnya adalah 15 hari 15 malam. Menurut kebiasaan seorang wanita yang berhaid adalah 6 hari 6 makan atau 7 hari 7 malam.
Jadi, apabila haidnya 6 hari, maka batas sucinya adalah 24 hari.
Kadar terkecil dari darah nifas adalah setetes, atau satu gelombang aliran darah yang keluar. Masa paling lama seorang wanita mengalami nifas adalah 60 hari. Biasanya, seorang wanita mengalami nifas selama 40 hari. Semua ini berlandaskan penelitian. Ummu Salamah r.a. pernah menceritakan:






Artinya: Wanita-wanita yang mengalami nifas pada masa Rasulullah saw (biasanya) berdiam diri selama 40 hari (H.R. Abu Daud dan Turmudzi)
Sementara istihadhah bukanlah penyebab hadas besar. Seorang wanita tetap diwajibkan melaksanakan shalat, puasa bila ia mengeluarkan darah istihadhah.
Adapun cara bersuci dari junub, haid dan nifas adalah dengan mandi (ghusl). Mandi menurut syara ialah meratakan air pada seluruh badan untuk membersihkan/mengangkat hadas. Cara menghilangkan hadas besar dengan mandi wajib, yaitu membasuh seluruh tubuh mulai puncak kepala/ujung rambut hingga ujung kaki.
Fardhu/rukun mandi adalah sebagai berikut:

1. Niat, yakni menyengaja mandi untuk menghilangkan hadas besar. Niat sekurang-kurangnya dilakukan ketika akan mengerjakan amalan pada waktu pertama kali.

2. Membasuh seluruh badan dengan air Badan yang dibasuh dimulai dari ujung rambut ke ujung kaki. Saat mandi, seseorang harus yakin bahwa air yang ia siramkan ke seluruh badan meresap dan menyentuh permukaan kulit, meski ia tertutup oleh jenggot atau bulu lainnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa sebelum menyirami seluruh badan dengan air, seseorang harus membersihkannya terlebih dahulu dari segala najis yang menempel, baru setelah itu ia bisa membasuh keseluruhan badan.
Adapun sunah-sunah mandi yaitu:
1. Membaca basmalah
2. Berwudu sebelum mandi
3. Menggosok badan dengan tangan
4. Menyilang-nyilangi rambut dan celah-celah anggota
5. Memulai membasuh kepala kemudian membasuh anggota-anggota badan yang sebelah kanan dahulu
6. Membasuh anggota badan sebanyak tigakali
7. Beriring, yaitu tidak lama waktunya antara membasuh sebagian anggota yang satu dengan yang lainnya.







D. Hukum bagi Orang Junub, Haid dan Nifas

Yang berhadas junub haram tinggal di masjid dan membaca Quran dengan maksud membacanya, walaupun setengah ayat dan terdengar oleh dirinya sendiri meskipun ia anak kecil. Berbeda dengan pendapat atau fatwa Imam Nawawi yang memperbolehkannya bagi orang junub.
Sementara untuk wanita yang sedang haid dan nifas dilarang melakukan hal-hal berikut:

a. Melaksanakan shalat
Jika haid telah tiba, maka janganlah melakukan shalat . (H.R. Nasai)

b. Puasa Riwayat yang diceritakan oleh Aisyah, pada masa Rasulullah kami mengalami haid. Setelah kami suci, kami diperintahkan untuk mengganti (qada) puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk meng-qada shalat.

c. Melakukan tawaf Lakukan apa saja seperti yang dilakukan orang berhaji, kecuali melakukan tawaf di Masjidil Haram, hingga kamu suci . (H.R. Bukhari Muslim)

d. Memegang dan membaca al-Quran Orang yang junub atau haid tidak boleh membaca apapun dari al-Quran . (H.R. Abu Daud
dan Turmudzi)

e. Diam di dalam masjid Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan bagi orang yang sedang junub . (H.R. Abu Daud) Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang berhaid dilarang berdiam diri di masjid karena dikhawatirkan mengotori masjid. Kalangan yang melihat hal ini sebagai satu-satunya alasan cenderung untuk tidak melarang wanita haid untuk tinggal atau diam di masjid dengan alasan-alasan tertentu, seperti mengikuti majelis taklim, jika ia memakai pembalut yang aman dan bersih. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengaitkan larangan tinggal di masjid ini dengan persoalan kesucian diri seseorang yang sedang haid.

f. Melakukan hubungan seksual . . . Karena itu jauhilah istri pada waktu haid . . . . (QS. al-Baqarah [2]: 222) Larangan untuk tidak melakukan hubungan seksual ini hanya berlaku untuk hubungan intim.











BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Orang yang sedang mengalami junub, haid dan nifas tidak diperbolehkan mengerjakan shalat dan membaca al-Quran. Seorang wanita yang ketika berpuasa mengalami haid maka ia harus menunda puasanya dan meng-qada pada hari lain saat sudah tidak sedang haid. Darah istihadhah suci tidak mengakibatkan seorang wanita meninggalkan shalat dan puasa.

2. Saran

Mengingat pentingnya bersuci sebelum melaksanakan ibada mahdhah, maka dianjurkan untuk mempelajari fikih ibadah agar tidak sembarangan dalam melaksanakan ibadah.































Daftar Pustaka


Aswita,Iriany.1983.Hukum Islam tentang Pengunduran Haidh untuk Ibadah.Bandung: PT. Alma arif.

Asyraf,Abu Muhammad.1995.Fatwa-fatwa Muslimah.Terjemah oleh Muhammad Ihsan,2000.Jakarta: Darul Falah.

Ibn Abdul Azis,Zainuddin.Tanpa Tahun.Terjemah Fat-hul Mu in.Terjemah oleh Moch.Anwar,Bahrun Abu Bakar dan Anwar Abu Bakar,1994.Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Rifa i,Muhammad.1978.Ilmu Fiqih Islam Lengkap.Semarang: PT. Karya Toha
Putra.Sidik,Ahmad.2007.Taharah.Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.